Patuh Minum Obat Tuberkulosis

 Home / Artikel /Patuh Minum Obat Tuberkulosis
Patuh Minum Obat Tuberkulosis

Patuh Minum Obat Tuberkulosis

Instalasi Humas & Pemasaran bekerjasama dengan Instalasi Rawat Jalan mengadakan kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit dengan mengangkat topik Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis”, acara ini dilaksanakan di Klinik Paru dengan narasumber Yuliantari, Skep, Ners pada hari Kamis, 4 April 2019, pukul 09.00 s/d 10.00 WIB.

 

Kegiatan edukasi ini dihadiri oleh pasien & keluarga yang sedang berada di Ruang Tunggu Klinik Paru. Dalam kegiatan PKRS ini, narasumber menjelaskan mengenai Tuberkulosis.  Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Struktur bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus dan sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Cara penularan pasien dengan TB paru melalui dahak yang dikeluarkan, dahak yang mengandung berjuta-juta kuman bila dibatukkan maka dapat terhisap oleh orang lain.

 

Penyakit Tuberkulosis paru adalah penyakit kronik, melemahkan tubuh dan sangat menular serta memerlukan diagnosis akurat, pemeriksaan mikroskopis, pengobatan jangka panjang dengan keteraturan dan kepatuhan meminum obat anti Tuberkulosis dalam mencapai kesembuhan (Utomo, 2005).

 

Penyakit Tuberkulosis menimbulkan kerugian sosial-ekonomi luar biasa memerlukan waktu pengobatan jangka panjang yang harus diikuti dengan manajemen kasus dan tatalaksana pengobatan yang baik untuk mencapai  kesembuhan. Salah satu faktor  yang mendukung penyembuhan adalah kepatuhan minum obat dari pasien.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan Tuberkulosis paru, dapat terkait dengan karakteristik diri (usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan dan tingkat pendidikan) dan persepsi pasien Tuberkulosis terhadap kepatuhan pengobatan Tuberkulosis. Apabila keinginan pasien untuk sembuh berkurang, persepsi pasien tentang pengobatan Tuberkulosis akan berespon negatif sehingga kepatuhan pasien TB menjadi tidak teratur dalam menyelesaikan pengobatannya.

 

Tingkat usia penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat: karena metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi yang  dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek yang lebih kuat dan lama pada kedua kelompok usia ini (Croffton, 2009). Dari jenis kelamin, Erawatyningsih (2009) menyebutkan bahwa wanita berkemungkinan lebih rentan terkena penyakit Tuberkulosis paru karena beban kerja mereka yang berat, berkombinasi dengan kurangnya mobilitas dan sumber daya finansial. Hal ini mungkin lebih sering berhubungan dengan aib dan rasa malu dirasakan oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan juga lebih sering mengalami kekuatiran akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya.

 

Pekerjaan dapat berupa suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah, dimana faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan kerja yang buruk mendukung untuk terinfeksi Tuberkulosis paru antara lain supir, buruh, tukang becak dan lain-lain dibandingkan dengan orang yang bekerja di daerah perkantoran. Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat, karena didasari oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke puskesmas atau Rumah sakit harus mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pada untuk pengobatan.

 

Tetapi obat yang diberikan oleh pihak puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun keluarga pasien membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.

 

Pendidikan yang tinggi dan pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis dan kepercayaan tentang kemanjuran pengobatan akan mempengaruhi penderita mau atau tidak memilih untuk menyelesaikan pengobatannya. Selain itu, kepercayaan kultural (alternatif) biasanya mendukung penggunaan penyembuhan tradisional.

 

Pengetahuan (knowledge) sangat penting peranannya pada penderita Tuberkulosis paru, karena dengan mengetahui, memahami tentang pengobatan dan penyakit Tuberkulosis paru serta efek samping, risiko resistensi obat dan risiko penularan akan membuat penderita mau minum obat secara teratur. Apabila penderita sudah memahami tentang keteraturan minum obat Tuberkulosis paru secara benar maka penderita akan mengaplikasikan pengetahuan tersebut melalui sikap yang positif.

 

Notoadmodjo (2007), mengatakan sikap/persepsi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya suatu perilaku seseorang, maka sikap negatif atau kurang setuju terhadap suatu pengobatan akan mendorong penderita tersebut untuk berperilaku tidak patuh dalam berobat. Dalam hal berobat ulang atau dalam hal minum obat apabila dengan pengetahuan yang baik tentang Tuberkulosis paru, penderita akan melakukan sikap yang baik tentang pengobatan Tuberkulosis paru karena  termotivasi untuk minum obat secara teratur.

 

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan Tuberkulosis paru antara lain  jarak ke tempat berobat, diskriminasi dan dukungan keluarga, informasi, motivasi serta dukungan dari petugas kesehatan atau Pengawas Menelan Obat (PMO) tentang keteraturan minum obat. Dukungan keluarga yang minimal dapat menurunkan semangat dan rasa kepatuhan pengobatan. Diskriminasi yang merendahkan status pasien  menurunkan motivasi berobat shingga menurunkan kepatuhan.

 

Jarak rumah ke tempat berobat. Penelitian Armelia tahun 2011 menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia mencari pelayanan yang mudah dan terjangkau dari wilayah sekitarnya, adanya akses kendaraan yang mudah dan dengan tarif yang murah membuat suatu pilihan tersendiri untuk pelayanan kesehatan.

 

Penderita penyakit Tuberkulosis yang memerlukan waktu kunjungan yang banyak artinya harus bolak balik ke Rumah sakit akan dipengaruhi oleh kondisi keuangan. Ada alasan bahwa pasien tidak dapat kontrol ke Rumah Sakit karena tidak adanya ongkos sehingga akan mempengaruhi kepatuhan pasiennya untuk berobat.

 

Peran serta petugas kesehatan dan PMO bagi penderita Tuberkulosis paru sangat berperan penting dalam keteraturan minum obat. Petugas kesehatan yang penuh support, terbuka akan informasi dan ramah akan memotivasi pasien untuk menyelesaikan pengobatan secara teratur. Dengan mengetahui dan menyadari peran PMO dalam proses penyembuhan penyakitnya, maka penderita Tuberkulosis paru akan memberikan respon dan sikap yang positif untuk minum obat secara teratur demi kesembuhan penyakitnya, dengan minum.

 

Untuk info lebih lanjut dapat mengunjungi Klinik Paru

Di Instalasi Rawat Jalan Lantai 1